Pages

Selasa, 27 Januari 2015

Liebster Award Dari Latifah



Saat hendak mengecek komen tulisan di blog, ada seorang gadis berjilbab yang komen mau ngasih award katanya. Award itu adalah Liebster award, tujuan dari award ini adalah silaturahmi, lebih saling mengenal  teman sesama bloger, dan pastinya dapat fakta-fakta menarik tentang mereka.Terima kasih untuk Latifah yang sudah membagikan awardnya pada saya ^_^

Caranya untuk dapat award ini adalah pertama, ucapan terima kasih pada si Pemberi award, sekali lagi thanks Latifah ^_^. Kedua, mendeskripsikan 11 hal tentang diri. Ketiga, menjawab pertanyaan yang diberikan oleh si pemberi award. Ke empat, memilih 11 blogger yang ingin diberikan award ini dan memberikan 11 pertanyaan pada mereka untuk di jawab. So, GAMPANG KAN?

Kamis, 22 Januari 2015

Legalisir Rp. 5.000



Setelah wisuda, hal lain harus dipenuhi. Tak bisa selamanya bergantung pada orang tua. Tipe-tipe mahasiswa sekarang dalam hal kemandirian dalam mengurus dirnya sendiri itu hanya 2 tipe. Tipe pertama, mandiri dalam membiayai hidupnya tanpa harus sering bergantung pada uang orang tua. Tipe kedua, sepenuhnya dibiayai oleh orang tua.
Belum lama ini saya mengurus legalisir ijazah bersama salah seorang teman saya dan yang membuat saya kaget setengah mati adalah legalisir ijazah ataupun transkrip nilai dikenakan biaya Rp. 5000/lembar. Berikut percakapan sigkatnya di bawah ini.
Teman: “Sudah mi ko legalisir ijazahmu?
Saya : “Belum pi, lupa ka kalau harus legalisir ijazah”.
Teman: “Ayok mi, sama ki pade pergi legalisir. Mandi mo ko supaya sama ki pergi ke BNI membayar”.
Saya : “Oke deh, pergi ka mandi dulu. Apa mau dibayar?
Teman: “Legalisir ijazah toh?...
Saya : ”Membayar kalo legalisir ijazah?
Teman: “iyo, harus ki bayar. Nda ko tau kah kalo harus ki bayar orang? Lima ribu satu lembar”.
Saya : “Iya. Baru ka tau ini. Hahahahha….shock ka dengar. Serius ko harus ki bayar?
Teman: “Iya, nda percayanya ini…Pergi mo ko mandi”.
 Begitulah percakapan singkat saya dengan salah seorang teman saya. sepanjang perjalanan ke BNI saya tidak habis pikir. Lucu dan tak percaya… entah sejak kapan peraturan itu dibuat dan dijalankan. Tapi, silahkan di hitung-hitung berapa banyak yang didapatkan dari biaya legalisir tersebut. Perhitungan dimulai. Menurut perhitungan saya, setiap mahasiswa minimal melakukan legalisir ijazah dan transkrip nilai masing-masing 5 lembar. Legalisir dikenakan biaya Rp. 5000/lembar maka Rp. 5000x5= Rp. 25.000 x 2 = Rp. 100.000
Saya tidak pintar dalam matematika tapi minimal saya tahu lah.hahaha…  kita bisa langsung tahu berapa banyak yang masuk. Belum lagi alumni sebuah kampus dalam sekali wisuda itu jumlahnya ratusan bahkan mencapai ribuan. Saya tahu tanda tangan itu mahal apalagi tanda tangan orang penting. Bahkan, ada yang sampai membingkai tanda tangan untuk dipajang dan untuk dipamerkan. Saya tidak keberatan dikenakan biaya tapi dengan syarat dana yang masuk setidaknya ditransparansikan. Tidak lari buta dana tersebut tak tau kemana rimbanya. Ternyata biaya legalisir sudah lama diterapkan tapi yang saya herankan entah kemana uang itu dilampiaskan. Terutama di fakultas saya yang….hiikkss. Tak perlu disembunyikan, banyak fasilitas yang tak bisa dipakai alias rusak. Hanya menjadi pajangan dalam ruang kuliah dan lama dibiarkan seperti itu, tak diperhatikan. Mungkin demo dan suara kritikan hanya dimasukkan dalam agenda rapat, dirapatkan tapi masih belum tahu kapan realisasinya. Apakah saya terlalu naïf?
Bagaimana dengan kampus kalian?

Sabtu, 17 Januari 2015

卒業の日


#Late Post.
Sotsugyou no hi (卒業の日) a.k.a hari kelulusan. Finally, setelah 5 tahun 2 bulan (hiiksss,,kelewatan) akhirnya sarjana juga. 22 desember 2014 bertepatan dengan hari ibu, wisuda dan gelar Sarjana Sastra menjadi kado spesial untuk ibu saya. ^_^
Banyak kisah yang terangkai,
Tangis dan tawa yang mewarnai,
Sedih dan senang yang menemani,
Serta kehadiran kalian yang melengkapi. ^_^

Terima kasih banyak untuk doa dan dukungannya, terutama Ayah dan Ibu ^_^
Idar chan e,
kite kurete arigatou gozaimashita...

Rabu, 07 Januari 2015

Semu



Perasaan yang bercampur aduk, tak tau harus menanggapi seperti apa dan dengan ekspresi yang seperti apa. Semuanya mulai terasa memuakkan dan memualkan. Muak pada diri sendiri, mual pada diri sendiri. Menjadi menjijikkan jika dirunut dari awal mula peristiwa. Sudah cukup!! Berkali-kali kata itu ia ucapkan pada diri sendiri agar sadar dengan apa yang telah dilakukan.
Ah, sungguh luar biasa…
Hampir tak percaya, ternyata ia adalah seorang yang seperti itu penuh kemunafikan, penuh kebohongan…semua yang ia lakukan hanyalah bersembunyi dan menggerutu pada dirinya sendiri. Dasar manusia pengecut! Payah!
Bodoh! Amat sangat bodoh.
Ia masih belum sadar dengan apa yang telah dia lakukan. Perlahan-lahan menggerogoti dagingnya sendiri menyisakan tulang-tulang berbau amis. Sungguh mengenaskan. Lalu, dimanakah gerangan yang dinamakan cinta? Apakah ia pernah merasakan cinta?
Entahlah… aku tak tau dan mungkin dia pun tak tau…Sepertinya dia terlalu takut untuk bertemu dengan cinta…
Bukankah sudah ku katakan, ia manusia bodoh dan pengecut? bersembunyi di balik takut yang telah mengurungnya dalam pikirannya sendiri. Ia hanya suka melihat ketimbang merasakan seolah baginya itu telah menjadi sesuatu yang semu. Lebih memilih melihat dalam tampilan opera sabun yang selalu laris manis di era manapun. Konyol…melihat dengan senyuman yang tersungging di bibirnya, kasihan…

Diaries to 23



H -30 (5 Nov 2014)

Still thinking about A, B, C. Thinking and confused… is D really exist?

H -29 (6 Nov 2014)

Bad habit…

H -28 (7 Nov 2014)

Bosan akhirnya mengalahkanku. Di tengah perjalanan ketemu teman yang mau berangkat nyiar radio. Sekalian saja saya ngikut. Penasaran seperti apa radio tempat dia nyiar. Pulang jam 11 malam. Hhmmm….

H -27 (8 Nov 2014)

Rempong… bantu make up sama pakaian. Ceremony Tan Malaka 2014 “Kita sepakat jalan bersama” (bede)…

Another story of A, B, C

where ‘s D?..

H -26 (9 Nov 2014)

Hujan pertama di bulan November. ^_^ Hujan pertama di tahun 2014 (maybe?). Bahagia dong, tapi air hujannya sampai masuk kamar. Banjir.

Sabtu, 03 Januari 2015

Time



Ada kalimat yang populer “Waktu adalah obat yang paling mujarab”. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun…
Who knows?...
Tak ada satu manusia pun yang tahu. Hanya waktu dan Tuhan yang akan menjawabnya. Tapi, bukan berarti waktu yang menentukan semuanya. Cepat atau lambatnya proses penyembuhan bergantung pada subjek itu sendiri, mau atau tidak mau.
Bicara memang gampang merealisasikannya yang tak mudah.