Pages

Tampilkan postingan dengan label Fiksi Mini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiksi Mini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 Oktober 2017

IMPIAN BERBATAS

Hujan di hari pertama bulan Oktober yang ku sambut tak sebahagia seperti sebelumnya. Titik-titik airnya masih mengguyur ketika Novel “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” dari Tere Liye selesai ku baca. Seketika aku berterima kasih pada salah seorang teman karena telah berbaik hati membagikan file pdfnya secara cuma-cuma. Novel yang baru ku ketahui ketika selesai membacanya yang ternyata memiliki akhir yang sangat tak ku sukai dan cenderung ku hindari. Aku tak menyukai kisah yang berakhir dengan kesedihan. Meskipun di dunia ini tidak melulu hanya ada kisah yang membahagiakan. Cerita yang mengingatkan pada pengalaman masa lalu. Dan pada hari ini, aku memberanikan diri untuk menuliskan sesuatu untuknya. Menuliskan sebuah surat yang memiliki kisah yang tak jauh berbeda. Ini bukanlah surat cinta romantis. Aku hanya akan secara singkat menceritakannya. Karena aku tak pandai berbasa-basi dan merangkai kata-kata indah. Kalian bisa menganggap ini tulisan pada sesuatu yang nyata ataukah hanya fiksi semata. Baiklah, mari mulai.
Pertemuanku dengannya sekitar tiga tahun lalu. Lebih tepatnya, aku yang lebih dulu melihatnya walau hanya sepintas lalu dan singkat cerita jadilah diriku disini, menuliskan surat untuknya. Awalnya hanya sebatas suka dan kagum. Kemudian berkembang menjadi sebuah perasaan yang luar biasa. Ini hanyalah ungkapan perasaan sepihak dariku untuknya. Sedangkan dari dirinya, yang aku tahu dia orang baik yang memperlakukan seluruh makhluk hidup dengan penuh kasih sayang. Dengan kata lain, dia memperlakukan ku sama seperti yang lainnya. Spesial tapi bukan dalam artian yang ku harapkan. Berada di sampingnya itu adalah sesuatu yang mustahil. 1: 100.000.000 kemungkinan.

Rabu, 26 Oktober 2016

TALK WITH RAIN (4)


Malam ini udara sedikit dingin mungkin karena hujan tadi sore yang masih menyisakan dinginnya untuk malam ini. Tirai merah maroon melambai-lambai ditiup angin dari jendela yang masih terbuka. Saat aku berniat untuk menutupnya mataku menangkap sosok yang melambaikan tangannya sembari tersenyum. Aku bergegas ke beranda untuk menemuinya. Kudapati ia duduk di kursi kayu favoritku sedang menatap tanaman bunga yang ada di depannya. Ia menyadari langkah kakiku dan kemudian menoleh. Tangan kanannya mengisyaratkan padaku untuk duduk di sampingnya. Aku memilih duduk di seberangnya. Dia hanya tersenyum melihat tingkahku yang sedikit mengabaikannya.
Seperti biasa, hanya diam tanpa bicara keheningan terasa merambat dan  menggantung di atas kepala menjadikan udara dingin semakin terasa.  Serasa beku.
“Aku datang untuk menjengukmu.” Ucapmu memecah kebekuan. “Aku senang kali ini aku tepat waktu. Tadinya aku khawatir karena mungkin kau tak akan menyadarinya seperti waktu itu.” Ia tersenyum menatapku.

Senin, 24 Oktober 2016

TEGURAN



Deru suara mobil dan motor yang berseliweran menyadarkanku. Ah, sudah berapa lama aku duduk membaca di sini? Buku yang ku baca masih tersisa banyak halaman yang menunggu untuk dibaca tapi rasa malas lebih dulu menggerogoti diriku. Ku urungkan untuk melanjutkan bacaanku. Ku pandangi buku yang ada di tanganku. Buku asing, sama sekali tak ku kenal dan anehnya berada di tanganku dan aku tak tahu darimana buku ini kudapat. Aku membacanya. Mungkin berusaha untuk membacanya. Kata-kata di dalamnya begitu sulit ku pahami. Apakah karena buku ini berbahasa asing? Ah, tidak. Buku ini dalam bahasa yang ku mengerti, tapi mengapa tak bisa ku pahami? Sebegitu susahnya kah?

TALK WITH RAIN (3)



Ku buka mataku sedikit terpaksa dengan perasaan tak rela malam berganti pagi. Entahlah, akhir-akhir ini aku merasa malas menyambut pagi. Ada apa denganku? padahal pagi tak pernah sekalipun mengecewakanku. Maafkan aku, izinkan aku membencimu sekali ini saja.  Mataku terbelalak melihat sosok yang duduk di samping tempat tidurku. Apakah aku belum sepenuhnya terbangun? ini pasti mimpi. Tapi ini tak sepenuhnya mimpi, sosok itu muncul lagi, duduk memandangku dalam diam. Aku bangun dan duduk memandang balik padanya. Dia masih diam memandangku dengan tatapan yang tak ku mengerti.
Tidak, ini pasti mimpi.

Jumat, 03 Juni 2016

TALK WITH RAIN (PART 2)

Mei, 14 2016, 10:00 PM
That night, when rain was falling, I was waiting for someone to pick me up. Wanting to travel somewhere. Then, you came standing in front of me after  a long time. I still remember when the first time you talk to me in the afternoon two years ago. You’ve changed a little bit, maybe.  You get taller than before and you wore the same jacket in that day we first met.Smiled at me and sat beside me. Your scent still same and I like it.

After a brief silence, I sawyou trying to speak but nothing came out. I want to asked you many questions but I was afraid. You looked back at me, “ Hey, long  time no see. How are you?” I just smiled.

“That smile, I think you feel great,” and then silence again. Just Sighing and breathing sound  in the silence.

“Its cold tonight right? You said while tightened your jacket.

“Yeah, its cold. How are you?

“I’m fine as you can see.”

“Where have you been?

“Me? I haven’t go anywhere. I’m  always close to you, watching you from somewhere.”

“But, why I can’t find you?  You smile like you’re already know that I will ask that question. “Because I don’t want you to find me.” You said that like nothing happen.

“Why?

“For some reason, I really want to see you but I don’t want you to rely on me excessively.”

“But, why? I have a tough time . . .”

“Yeah, I knew and you did great job to solve them.”

“So, why you’re here? You said I did a great job, you said you don’t want me to find you? You said . . .” I feel my heart is getting warmer in and pain at the same time. My eyes get cloudy.

“Because I miss you so much and I can’t handle it anymore.”

                I startled, Its  unpredictable. “I . . . I . . .”

“I saw you fight for you dream, tried your best, and at the same time you looks happy. I’ve been thinking  for a long time and decide I should’ve come to see you and here I am.”

                Night getting deep and cold. Rain fall makes sound when crashing on the ceiling. Long silence. I looked at the watch my friend gave me, its 12.00 PM, the car is late.  Our eyes caught each other . . . we just laugh.

                “I always remember when we first met.” I bravely start the conversation. “Since that day I wonder when will we meet again?

                “I know your feeling but I can’t . . . this is impossible.”

                “Yeah, I know . . . I can’t force you to.”

                A car stop in front of us, ready to pick me up. “The car is already here, I hope you will be happy in your journey.” You said that and hold my hand. “Good luck.”

               “Good luck.” I walk to the car, one step, then two steps far from you.  I looked back, I you smiling and waving at me.

                I know this is not the end because I will meet you some where when rain is falling.

Kamis, 29 Mei 2014

Gadis dan Jingga di Sore Hari

Jingga di ufuk barat menampakkan warna indahnya pada dunia. Hanya segelintir orang yang menangkap warna indahnya ditengah kecongkakan dunia. Seorang gadis duduk diam di dalam angkot. Terlihat menikmati apa yang disuguhkan alam padanya. Sepertinya dia sangat suka suasana disore hari. Perlahan dibukanya tas ransel yang dibawanya terlihat  sedang mencari-cari sesuatu. Gadis itu berhenti, sepertinya dia mendapatkan apa yang sedang dicarinya. Ah, ternyata gadis itu sedang mencari telepon genggamnya. Aku pun mulai menebak dia pasti akan memotret suasana sore dengan menggunakan kamera hapenya. Yah, benar saja dia kemudian memotret suasana sore dan langit Jingga. Tampak bibirnya menyunggingkan senyum, sangat manis. Aku tahu dan dia pun juga pasti tahu, itu bukan kamera profesional, kualitas gambarnya juga tak sebanding dengan kamera profesional. Tapi, aku yakin baginya yang penting saat itu bukanlah kualitas gambar yang bagus, tetapi momen dan cerita yang ditampilkan pada gambar. Aku ingin bertanya padanya tapi ku urungkan. 
Setelah memotret beberapa kali, gadis itu mulai memperhatikan hasil fotonya. Setelah puas memperhatikan hasil fotonya, gadis itu kembali menyibukkan diri memperhatikan apa yang terjadi sepanjang perjalanan. Tampaknya gadis itu sangat menikmati perjalanannya. Didorong rasa penasaran yang sangat aku pun memberanikan diri untuk bertanya padanya. Dibandingkan suasana sore aku lebih suka suasana malam hari.
"Sepertinya kau sangat menyukai suasana sore", Tanyaku dengan ragu-ragu. Pandangan matanya yang sedang sibuk memperhatikan jalanan beralih padaku dan tersenyum.
"Iya, sangat suka. Kenapa? kelihatan yah?, tanya gadis itu padaku sembari tersenyum.
"Yah, sangat jelas", jawabku. Dia hanya menanggapi jawabanku dengan tersenyum. Diam selama beberapa saat. Dia kembali sibuk menikmati kesibukan yang terlihat di sepanjang jalan. Tak tahan, aku pun memberanikan diri untuk bertanya lagi.
"Kalau boleh tahu, kenapa kau suka sore hari?, tanyaku hati-hati takut gadis itu menganggap aku terlalu lancang untuk bertanya.
Gadis itu memandangku sejenak sebelum menjawab pertanyaanku. Saat dia memandangku, ku pikir dia keberatan ternyata tidak.
"Layaknya pagi yang ceria, bagiku sore itu hangat dan  selalu penuh kehangatan. Kehangatan yang menuju ketenangan. Karena, setelah sore akan ada malam dengan ketenangannya".
Jawabannya membuatku terdiam, sedikit bingung untuk mencerna apa maksudnya. Jadi sebenarnya gadis ini suka suasana sore atau malam hari? Pikiranku seperti mengambang memikirkan jawaban dari gadis itu.
"Kiri Pak!"
Suara gadis itu menyadarkanku dari pikiranku tentang jawabannya. 
"Saya turun di sini", kata gadis itu mengucapkan salam perpisahan.
"Iya", jawabku pendek.
Gadis itu menyukai sore hari karena ada malam setelah itu. Apa mungkin aku menyukai malam karena ada pagi setelahnya?

Sabtu, 29 Maret 2014

Percakapan dengan Hujan (Part 1)



Duduk bersandar di dinding sambil menatap langit sore yang mendung. Kau datang dengan tiba-tiba mengusir mereka yang berlalu lalang di jalan. Dari rintik-rintik berubah mejadi gerimis dan kemudian turun dengan lebatnya. Aku hanya menghela nafas panjang melihat perbuatanmu yang seenaknya. Tak ada yang bisa memprediksi dengan pasti apa yang akan kau lakukan. Kau menyapaku dengan suaramu yang terdengar agak keras di telingaku.
“Sedang apa kau di situ?,” sapamu padaku.
“Aku hanya sedang menikmati langit sore yang mendung,” jawabku singkat. Aku menatapmu, kau masih seperti dulu dengan raut wajah dan tampilan yang sama. aku telah mengenalmu sejak lama, bahkan aku pun tak menyadarinya.Kau menatapku dengan penuh tanya,tampaknya kau ingin mengatakan sesuatu.
“Kenapa? Kau ingin mengatakan sesuatu?...” tanyaku padamu.
“Kau terlihat sedih, apa yang sedang kau pikirkan? Biasanya aku selalu melihatmu tersenyum jika aku datang,” cerocosmu dengan suara yang tambah keras saja terdengar di telingaku.
“Maukah kau menceritakannya padaku?,” katamu yang terdengar seperti berharap.
Aku terdiam, masih menimbang-nimbang jawaban apa yang harus ku berikan padamu.
“Mmmm… kau pasti tersinggung jika ku ceritakan, apakah tak masalah bagimu?,” aku balik bertanya.
“Mmmm… mungkin aku akan tersinggung, tapi aku akan coba untuk mendengarkan terlebih dahulu,” jawabmu terlihat yakin.
Kau masih seperti itu, menyirami apapun yang ada di permukaan bumi. Aku terdiam,masih mengumpulkan keyakinan apakah harus menceritakannya atau tidak.
“Ayolah, ceritakan padaku,”jawabmu terlihat bersemangat.
“Baiklah, aku akan menceritakannya padamu,” jawabku.”Sebenarnya, aku cemburu padamu,” kataku memulai cerita.
“Padaku? Kenapa?, raut wajah terkejut terlihat di wajahmu.
“Karena dia menyukaimu,” jawabku singkat.
“Aku masih tak mengerti…” jawabmu dengan wajah penuh kebingungan.
“Dia menyukaimu sejak lama. Sebelum bertemu denganku dia telah lebih dulu menyukaimu, bahkan saat bersamaku dia masih menyukaimu, sampai akhirnya dia lebih memilih untuk melepasku, dia masih menyukaimu.” Jelasku.
“Aku tak tahu harus berkata apa, tapi kenapa dia menyukaiku?” tanyamu padaku.
“Aku pun tak tahu, mungkin karena kau bisa menyembunyikan kesedihannya. Bahkan dalam keadaan apapun dia tak berniat untuk menghindarimu,” tambahku.
“Tapi, bukankah kau pun menyukaiku? Tanyamu.
“Iya, aku tak bisa bohong akan hal itu. Aku pun menyukaimu, tapi itu tak akan merubah apa pun bahwa aku menyukaimu dan juga cemburu padamu.” Jawabku.
Perlahan-lahan suaramu mereda dan kemudian berhenti. Menyisakan tetes-tetes air yang jatuh dari atap bangunan. Aku bangkit dari duduk ku berjalan perlahan sembari menatap langit yang mulai kembali cerah sehabis hujan. Aku tersenyum, “Ada pelangi”. Ucapku perlahan.

Selasa, 05 November 2013

A Bug's Story

Terbang seharian membuat sayapku kelelahan. Berhenti sejenak di taman dan hinggap di bunga Seruni putih. Ah, aku menyukai aromanya. Sepertinya sudah  lama aku tak mencium aroma bunga Seruni. Hhhmmm… sangat lembut bercampur dengan aroma hujan. Ku edarkan pandanganku di taman itu. Sepi, hanya ada bangku taman yang kosong dan lampu taman yang berdiri kokoh di tengah kesendiriannya. Seperti de javu, rasanya aku pernah ke taman ini sebelumnya. Ah, aku ingat, aku pernah berteduh di taman ini.  Saat itu, sedang turun hujan seperti saat ini. Ya, aku ingat sekarang. hanya saja seperti ada sesuatu yang hilang, seperti ada yang lain, ada yang berubah, tapi apa?

Aku masih mencoba mengingat apa kira-kira yang hilang dari taman ini. Sementara itu, gerimis masih belum berhenti. Langit perlahan mulai berwarna jingga, matahari terlihat mulai bersembunyi memberi giliran pada sang rembulan menjalankan tugasnya. Sebaiknya aku pulang, pikirku. Ku kepakkan kembali sayapku sambil masih memikirkan apa yang terjadi di taman itu.  Saat ku tinggalkan taman itu, lampu taman telah menyala memberi terang di sekitarnya. Aku memalingkan wajahku untuk melihat kembali taman itu, tampak tak terurus seperti tak pernah lagi di kunjungi. Yah, itu dia! Itulah yang membuat taman itu tampak berbeda, tak terurus karena tak pernah lagi ada yang mengunjunginya walalupun hanya untuk sekedar duduk di bangku itu. Kalau diperhatikan dengan teliti bangku itu terlihat rapuh dan sepertinya sudah digerogoti rayap. Bunga di taman itupun mulai tumbuh liar bersama rumput yang makin meninggi. Taman yang malang… seingatku ada seseorang yang selalu datang mengunjungi taman ini untuk sekedar berbaring di bangku itu dan menulis. Ke mana perginya seseorang yang selalu duduk di bangku itu?...