Yah, di mana-mana topik ini yang sedang dibahas. Semua stasiun TV berlomba-lomba menjadi yang pertama untuk menyiarkannya. Demo tolak kenaikan harga BBM. Siapa yang setuju dan siap yang tak setuju? saya termasuk salah satu dari sekian banyak masyarakat yang tidak setuju kenaikan harga BBM. Kenapa? Semua harga kebutuhan pokok juga naik. Waktu kenaikan harga BBM masih berupa wacana, bahan kebutuhan pokok udah dulaun naik harganya. ckckckkc...Ballasi ibu rumah tangga. Apalagi anak kos yang jarang masak seperti saya yang keseringan beli di warung, harga sebungkus nasi juga naik. yang dulunya 5 ribu naik menjadi 6 ribu naik lagi menjadi 7 ribu dan kemudian naik lagi menjadi 8 ribu.
Mulai dari buruh sampai mahasiswa turun menyuarakan aspirasinya ke jalan dan macet di mana-mana. saya mahasiswa, saya menolak kenaikan harga BBM tapi kalo demonya bikin macet, jangankan masyarakat, saya juga protes. Iyalah, mau pergi ke suatu tempat kelamaan duduk di angkot karena macet, pantat saya yang gak bahenol sama sekali, jadi tambah rata. Untuk yang demo, haruskah melakukan pemblokiran jalan? saya tau pemblokiran jalan di lakukan agar lebih memancing orang banyak untuk di perhatikan. Tapi, ketika jalanan diblokir tak ada kendaraan yang bisa lewat gimana jadinya?
Coba bayangin, jalanan diblokir terus ternyata ada sesuatu yang urgent kayak ada ibu yang mau melahirkan, ada orang yang meninggal, ada pasien yang lagi butuh darah, gimana coba?
Jangan sampai, kalian mahasiswa yang menyuarakan aspirasi membela rakyat, sebagai penerus lidah rakyat , tapi karena dengan melakukan hal seperti itu rakyat jadi berbalik mencemooh.
Ini berdasarkan cerita dari teman saya yang salah seorang temannya membutuhkan donor darah tapi darah yang di suplai terlambat datang karena jalanan dblokir orang yang demo menolak kenaikan harga BBM.
Sangat miris memang.
Ada kejadian menjengkelkan yang saya alami karena demo BBM. Saat itu hari sabtu, saya dalam perjalanan pulang dari sekolah adik saya untuk mengambil rapor. Hari itu adik saya terima rapor dan yang harus mengambil rapor adalah wali atau orang tua murid. Dalam perjalanan pulang kami terjebak macet, bener -bener macet, sampe kendaraan gak bisa bergerak maju atau pun mundur. Ada anak dair uiversitas lain yang sedang demo menutup sebagian badan jalan dengan mebakar ban. Tak berapa lama, macet berhasil di lewati, tapi ternyata kami harus melewati titik demo lagi. Kali ini di depan kampus tempat saya kuliah. Yup, pendemo yang sebagian besar mahasiswa Unhas bergabung dengan masyarakat berdemo dengan menutup jalan dua arah. Macetnya minta ampun, karena kelamaan dalam angkot saya dan adik saya memutuskan untuk turun dan berjalan kaki ke kos. Kos-kosan saya terletak di bagian dalam kampus. Kami memutuskan untuk turun di depan Top Mode dan berjalan kaki masuk ke kampus menuju kos saya yang berada di workshop dengan berjalan kaki (bagi yang tinggal di wilayah makassar pasti tahu seberapa jauhnya saya jalan kaki). keselnya gak sampe di situ, bukan jauh perjalanannya tapi karena saya harus jalan kaki sejauh itu dengan memakai wedges setinggi 5 senti. Tuuuhaaaannn...!!!
Beberapa menit berjalan kaki, kaki saya sudah gak kuat, Alamak!!!
Alhasil, lebih dari setengah perjalanan saya jalan kaki tanpa alas kaki. sakit Boo...bagi yang cewek-cewek pasti paham dengan penderitaan saya. Iyalah, coba bayangin jalan kaki jauh banget dengan menggunakan wedges.