Saat itu sore hari, aku sedang menunggu pesanan
Batagorku selesai dibuat.
Saat itulah aku melihatnya, anak kecil itu
datang menghampiri gerobak penjual Batagor.
Kuperhatikan dirinya, anak itu tak beralas kaki,
ia memegang sebungkus susu Dancow di tangannya.
“Mas, Batagor ta’ satu”, katanya pada mas-mas
penjual Batagor.
Aku masih memperhatikan anak itu dengan rasa
penasaran.
Sepertinya perkataan anak itu tak dipedulikan oleh
si penjual Batagor.
Siapakah anak itu? Mengapa ia sengaja diacuhkan?
Ku edarkan pandanganku, sepertinya orang-orang
tau siapa anak itu.
Karena tak dipedulikan, anak itu pun pergi.
Anak kecil yang terasingkan, mengapa dia menjadi
seperti itu?
Di manakah orang tuanya?
Aku pun teringat, ini adalah kedua kalinya aku
melihatnya.
Sebelumnya, aku pernah berjumpa dengannya dalam
perjalanan menuju kampus, dia sedang menunggu angkot. Tapi, entah kenapa para
supir angkot tak ingin ia naik ke dalam angkotnya.
Anak yang terasingkan,
Mengapa orang-orang menghindarimu? Apakah karena
penampilanmu?
Anak yang terasingkan,
Apakah mereka berpikir kau berbahaya?
Anak yang terasingkan,
Apakah kau merasa kesepian?
Anak yang terasingkan,
Apakah kau membenci mereka yang membuatmu
kesepian?...
makanya tanyai ami. kalo tidak ditanya tidak ditauki kenapa.
BalasHapushehehe...
HapusMasih biasa ketemu sama itu anak kah?
BalasHapussejak hari itu sy blum prnah melihatnya lg.
HapusMalang nian.. menyayat hati. tidak sepantasnya anak sekecil itu mendapatkan diskriminasi. dan pertanyaan yg muncul adalah... dimanakah rasa kemanusiaan? dan keadilan?
BalasHapuskemanusiaan dan keadilan hanyalah sebuah kata-kata manis di zaman yang gila ini.
Hapus